Bab 20



Gendis sempat  merasa takut untuk memasuki usia kepala dua. Cemas dengan tanggung jawab yang membengkak, dengan krisis waktu yang ia alami. Mungkin dengan bertambahnya usia pun, tanggung jawab malah berangsur-angsur berkurang. Tapi, setiap pilihan punya lebih dan kurangannya sendiri, bukan?

Di umur yang ke-20, banyak yang Gendis rasakan. Gendis merasakan kebebasan yang penuh dengan batasan-batasan. Merasakan kekosongan yang penuh dengan keramaian. Melawan dirinya sendiri, melanggar peraturan yang ia buat. Menanam penyesalan-penyesalan yang tumbuh jadi buah manis, kadang sedikit masam.

Sambil memakan buah yang manis itu, Gendis membiarkan aku membaca pesan whatsapp dari Bapak. "Jadi perempuan itu memang berat, Ndis. Kau harus tegas dan berani. Dekatkan dirimu pada Penciptamu." Bulir-bulir air mata yang gemas mengalir di pipi Gendis. Aku tahu betapa Gendis rindu Bapak. Hanya baju Bapak yang ia pakai sehari-hari. Tapi, melihatnya kali ini, aku tahu Gendis hanya lelah dengan dirinya sendiri. Ia hanya ingin ada di dekat Bapak dan Ibunya.


Tapi, hari ini, bab baru dalam hidup Gendis sudah dimulai. Aku senang bisa melihatnya bertumbuh. Meski aku dan Gendis tahu kalau kesedihan yang lain akan datang. Dan tak akan terhindarkan. Pertempuran dengan dirinya sendiri akan dimulai kembali. Akan ada Gendis yang baru, dan aku yang baru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menuju Hal-Hal Baik

Hening Gendis

Bab 22